Jawaban untuk Cintaku

Jawaban untuk Cintaku - tiomerauke

Kabut semakin tebal menyelimuti Kalilunjar, sebuah desa di Banjarnegara. Kaca transparan yang melekat diantara bingkai jendela hanya menampakkan warna putih. Suhu udara semakin dingin. Aku masih mencoba untuk berfikir lebih jernih dan bersabar menanti. Namun Lisya tak kunjung keluar dari kamarnya. 

Aku mencoba menghibur diri dengan menatap langit-langit rumah berwarna putih menyejukkan. Aku berharap ungkapan perasaan cintaku ini tak berujung pada permusuhan. Sesederhana itu yang ku inginkan saat itu. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kamar tamu, tempat aku beristirahat tadi karena tak kunjung ada jawaban untuk cintaku.

"Mas,.."

Terdengar suara lembut memanggil ketika aku sampai di depan pintu kamar. Aku menunda niatku untuk membuka pintu. Aku berdiri tenang namun tidak membalikkan badan ke arah datangnya suara. Aku mencoba memastikan bahwa suara itu benar adanya.

"Mas..., maafin aku ya."

Spontan aku membalikkan badan ke arah suara itu. Ku lihat Lisya masih memegang kotak berisi cincin lamaran yang aku berikan. Lisya kembali membisu dengan kepala menunduk.

"Enggak apa-apa kok Lis. Anggap saja cincin itu oleh-oleh dari aku. Aku enggak akan maksa kamu untuk ngasih jawaban untuk cintaku ini. Jadi sahabatmu aku juga bisa bahagia, Lis. Kamu jangan pernah merasa enggak enak sama aku. Aku mungkin bukan yang terbaik buat kamu saat ini, tapi kamu akan tetap menjadi yang terbaik buat aku."

Lisya mengangkat pandangannya, menatapku hening. Perlahan dia berjalan ke arah ku. Aku terdiam.

"Mas, aku tidak bersedia menjadi kekasihmu..."

Kata 'tidak' sebagai jawaban untuk cintaku yang terucap dari bibirnya membuat aku sedikit kecewa. Namun aku mencoba tetap memperhatikan dan mendengarkan penuturannya tentang perasaannya kepadaku.

"...sebelum kamu menikahi aku." 

Deg. Jantungku seakan berhenti lebih lama dibandingkan dengan waktu pertama kali aku melihatnya. Ini jawaban yang aku dambakan tapi tidak pernah terbayangkan. Jujur aku takut mengharapkan cinta darinya. Takut aku tak bisa memberikan kebahagiaan yang ia dambakan. Namun akhirnya aku lega mendengar jawabannya. 

Satu lagi yang membuatnya begitu istimewa buat aku. Dia selalu menjaga auratnya, shalatnya, hormatnya kepada orang tua, kemurahan hatinya, dan ketaatannya kepada Allah S.W.T. Aku bersyukur kepada Allah yang telah mengirimkan bidadari sholihah ke dalam kehidupanku.

"Mas... Kok malah bengong sih? Aku tadi ke kamar tuh mau makai ini." ujar Lisya sambil mengangkat telapak tangannya. 

Aku melihat cincin pemberiaku sudah melekat di jari manis tangan kanannya.

"Jadi, bagaimana sekarang?"


Load disqus comments
Comments
2 Comments

2 comments