Bidadariku Ada yang Memiliki



Lama tak ku lihat, bidadariku kian jelita.
Ingin ku peluk dengan rindu, ingin ku dekap dengan cinta,
tapi dia telah ada yang memiliki.

Lama tak ku lihat, bidadari, kau makin ku cinta.
Inginku gapai dengan rindu, ingin ku bawa dengan cinta,
tapi dia sudah ada yang memiliki.

Lamanya waktu ku menunggu, sabarnya ku menanti, tak ada artinya lagi.
Kau telah menjadi miliknya, dan aku bukan siapa-siapa.
Hanya lelaki setia dengan satu cinta.
Read more

Tak Hanya Sebatas Mimpi


Aku teringat saat pertama kali aku ke rumah ini. Saat itu Lisya sedang ada acara bersama teman-temannya di Banjarnegara. Aku dan mbak Ifa yang menemaniku, memutuskan untuk menunggu. Sambil menanti buka puasa sekalian, pikirku. Lagi pula setelah memasuki bulan Rhamadan, agenda kegiatan KKP sudah tak sepadat bulan sebelumnya. Selain bulan puasa, masa KKP pun akan segera berakhir.
Agenda menjelang berakhirnya KKP lebih difokuskan pada kegiatan silaturahmi dan hiburan. Maklum, sudah sebulan lebih kami melaksanakan kegiatan KKP dengan berbagai program yang banyak menyita waktu dan tenaga. Namun ini semua kami lakukan dengan tulus membantu masyarakat di desa tempat tugas kami.
Lisya tiba di rumah sudah menjelang magrib. Dia datang dengan berbagai barang belanjaanya. Aku sendiri tidak tahu apa saja yang ia beli, dan untuk apa barang-barang sebanyak itu.

“Sudah lama, Fa?” Tanya Lisya.
“Lumayan lah..”

Srrr. Darah dalam tubuhku seolah-olah mengalir deras kembali ke jantung sehingga membuat jantungku berpacu lebih cepat untuk menetralkannya. Ini adalah kedua kalinya ku jabat tangan lembut itu . Aku menyadari ini tak hanya sebatas mimpi sehingga kurasakan getar-getar aneh yang tidak dapat ku jelaskan.

“Tio.”ucapku dengan nada sedikit gemetar.
“Buka puasa di sini sekalian aja ya?” pinta Lisya.
“Gimana, Tio?”
“Aku ikut aja, mbak.” ujarku menjawab pertanyaan  mbak Ifa.
“Kalau misalnya pulang, masih bisa buka di rumah enggak, mbak?” tanyaku pada mbak Ifa.

Aku berharap mbak Ifa menjawab ‘tidak,’ karena aku berharap pertemuan ini tak hanya sebatas mimpi yang dapat hilang dalam sekejab. Mbak Ifa mungkin tidak tahu dengan kebahagiaan yang aku rasakan saat ini. Namun aku berharap dia bersedia di sini lebih lama. Sedikitnya, sampai buka puasa. Sebenarnya aku juga merasa bersalah karena disaat yang sama, rekan-rekan KKP di Desa Gembol juga sedang menanti buka puasa bersama di Warung Lamongan. Entah apa yang membuat aku lebih memilih untuk tetap di sini, daripada harus segera pulang dan bergabung bersama rekan-rekan lainnya.

“Kalau sekarang pulang, ya telat-telat dikitlah sampai rumah.”

Yes! Inilah jawaban yang aku tunggu, gumamku dalam hati.

“Jadi?” tanyaku memastikan.
“Terserah Tio saja.”
“Gimana dong teman-teman di Lamongan?”
“Itu kan terserah Tio.” ujar mbak Ifa pasrah.
“Sekali-sekali enggak apa-apa lah mbak kita buka di sini. Besok-besok… buka di sini lagi. Hehehe.” Jawabku sekenanya.
“Mas…”
“Nanti malam aku akan melamar kamu secara resmi. Kamu siap-siap ya, nanti kita berangkat bareng. Bapak sama ibu sudah di sana. Terima kasih untuk cintamu sehingga semua ini tak hanya sebatas mimpiku untuk bisa bersamamu.”  
“Dimana Mas?”
“Di lapangan SD, Lis. Aku sengaja milih tempat di sana, biar murid-murid kamu juga bisa merasakan kebahagiaan kita.” 
“Terima kasih, Mas. Aku setuju sama ide kamu. Mudah-mudahan pertunangan kita menjadi berkah, seperti berkahnya buka puasa kita dahulu, yang membawa kita ke pertunangan ini.”
Aku kemudian beranjak ke kamar. Tubuhku mulai merasakan letih. Sekujur tubuhku seolah-olah kaku dan tak bisa digerakkan. Perlahan aku mencoba memejamkan mata sehingga nanti malam aku bisa melaksanakan pertunangan ini dengan lancar.
*** SELESAI***
“Tio…”
Sayup-sayup aku mendengar ada yang memanggilku. Suara itu semakin lama semakin terdengar jelas.
“Gitarmu matikan dulu kalau mau tidur” ujar suara itu.
“Hah?? Siapa yang membawa gitar?”

Aku mencoba untuk bangun dari tidurku. Aku melihat sekelilingku. Sebuah ampli gitar masih menyala dengan kabel jack input masih tersambung ke gitar yang berada di atas perutku. Oh, ternyata aku tadi sedang main gitar, terus ketiduran.

Read more